10 Fakta Unik Ikan Araipama, Ikan Predator dari Sungai Amazon

Arapaima, pirarucu, atau paiche (Arapaima gigas)  adalah jenis ikan air tawar terbesar di dunia yang berasal dari  perairan daerah tropis Amerika Selatan. Ikan Arapaima dapat tumbuh  maksimal sepanjang 3 meter dan berat 200 kilogram. Saat ini, sudah  sangat jarang terdapat arapaima yang berukuran lebih dari 2 meter karena  ikan ini sering ditangkap untuk dikonsumsi penduduk atau diekspor ke  negara lain.

1. Ikan Raksasa

Sebagaimana dikutip dari laman Smithsonian’s National Zoo and Conservation Biology Institute,  arapaima merupakan ikan air tawar berukuran besar dan ramping yang  berasal dari aliran lembah Sungai Amazon, meliputi Bolivia, Brasil,  Kolombia, Guyana, dan Peru. Ikan ini telah tersebar ke beberapa negara  Asia Timur, baik sebaran secara sengaja maupun tak sengaja.

Ikan tersebut mampu menghirup banyak  udara, yang memungkinkannya untuk bertahan hidup di tempat yang rendah  tingkat airnya. Arapaima adalah salah satu spesies ikan air tawar  terbesar di dunia yang beratnya bisa mencapai ratusan kilogram.

Penjelasan di laman AZ Animals  menyebut jika ikan arapaima bisa mencapai panjang 3 meter, bahkan  beberapa sumber lain menyebut panjang maksimalnya mencapai 4,7 meter dan  beratnya mencapai 220 kilogram. Namun, araipama yang biasanya ditemukan  berukuran sekitar 1,9 meter dengan berat 91 kilogram. Arapaima memiliki  kepala berwarna hijau seperti tembaga dan tubuhnya agak gelap. Ekornya  ditutupi sisik merah. Itulah sebabnya ikah ini disebut juga dengan  pirarucu atau ikan merah di Brasil.

Ikan air tawar tropis ini dianggap  sebagai fosil hidup karena karakter morfologis dan anatominya mirip  dengan binatang kuno, bahkan ikan tersebut sudah hidup di Sungai Amazon  sejak periode Jura, yaitu periode utama dalam skala waktu geologi yang  berlangsung antara 201,3 juta tahun hingga 145 juta tahun yang lalu,  setelah periode Trias dan mendahului periode Kapur.

2. Ciri Fisik

Ikan arapaima memiliki tubuh yang lebar  dan ramping seperti torpedo dengan kepala meruncing. Sisiknya tampak  berwarna keabu-abuan, bintik kemerahan, hingga hijau kehitaman. Sirip di  punggungnya membentang hingga di dekat ekor. Arapaima tidak memiliki  racun, meskipun tergolong sebagai predator karena memiliki gigi yang  tajam. Ikan ini cukup bersahabat (tenang) dan sifatnya tidak agresif.

Permukaan luar yang bergelombang dan  keras memungkinkan arapaima menjadi gesit dan lincah untuk melindungi  dirinya dari pemangsa. Satu hal yang membuat ikan ini terlihat unik  adalah bentuk moncong mulutnya yang seolah terbalik. Selain melihat  ukuran tubuhnya, sejumlah orang menganggap ikan ini lucu dan unik untuk  dipelihara.

3. Pernapasan

Mengutip keterangan di laman AZ Animals,  ikan arapaima memiliki kantung oksigen untuk menghirup udara. Itu  sebabnya arapaima dewasa hanya bisa bertahan di bawah air paling lama  hanya sekitar 10–20 menit. Ikan ini cenderung hidup dekat permukaan air  sebelum muncul untuk bernapas, serta menggunakan sebuah kantung renang  yang termodifikasi yang membuka mulut dan bertindak sebagai paru-paru.  Tegukan yang berisik dan khas itu membuat suara

 ikan ini seperti batuk dan bisa terdengar dari jauh.

4. Lidah Bertulang

Smithsonian’s National Zoo and Conservation Biology Institute menyebut arapaima memiliki lidah bertulang dan gigi tajam yang  dikombinasikan untuk melumatkan mangsanya dalam mulut. Arapaima  memosisikan diri di bawah mangsanya, kemudian menelannya di dekat  permukaan
 air.  Cara memangsa itu menimbulkan pusaran seperti hisap yang memaksa  mangsanya masuk ke dalam mulutnya. Mangsanya lantas dilumatkan lidahnya  yang ramping dan deretan gigi yang keras.

5. Cara Memangsa

Arapaima biasanya bertahan hidup dengan  cara memangsa ikan, tetapi juga memakan buah-buahan, biji-bijian, dan  serangga. Predator ini terkadang menggunakan semburan kecepatan pendek  dan melompat dari permukaan air untuk menangkap burung dan kadal.

Dengan ukuran tubuh yang sangat besar, ikan arapaima membutuhkan banyak makanan. National Geographic Indonesia menyatakan jika arapaima memangsa dengan cara membuka lebar mulutnya untuk menarik makanan di dekatnya (big gulp atau gulper).  Ikan itu menyedot mangsa di dekat permukaan air. Mulutnya yang terbuka  akan menciptakan ruang hampa dan secara otomatis menarik air dan juga  makanan yang ada di sekitarnya dalam jumlah besar.

Gigi arapaima tajam dan kuat untuk  mencabik-cabik mangsanya. Tubuhnya yang besar membuatnya memerlukan  banyak makanan. Inilah yang menjadikan ikan ini menjadi salah satu hewan  dengan tingkat pertumbuhan tercepat. Kebiasaan makan yang banyak ini  membuat arapaima menjadi spesies berbahaya yang dilarang di Indonesia.

6. Cara Berkembang Biak

Pergerakan dan siklus reproduksi Arapaima gigas sangat bergantung kepada banjir musiman di sepanjang Sungai Amazon.  Saat sungai Amazon meluap, semua jenis ikan, termasuk ikan arapaima yang  akan memasuki musim kawin, akan menyebar ke seluruh dataran banjir yang  mengandung banyak tumbuhan yang membusuk. Kadar oksigen yang terlalu  rendah dapat mendukung sebagian besar araipama untuk berkembang biak.

Selanjutnya, selama bulan-bulan pada saat  ketinggian air sungai rendah, ikan-ikan arapaima akan membangun sarang  mereka di dasar berpasir tempat betina bertelur. Ikan arapaima jantan  dewasa akan memainkan peran reproduksi yang tidak biasa dengan mengerami  puluhan ribu telur di mulutnya. Telur-telur ikan ini akan dijaga secara  agresif dan mereka akan memindahkannya jika perlu. Telur-telur ikan  arapaima ini akan mulai menetas saat naiknya permukaan air.

Ikan arapaima tidak hanya dapat tumbuh  besar dengan ukurannya yang luar biasa. Namun, ikan ini ternyata juga  dapat menunjukkan tingkat pertumbuhan tercepat dibandingkan ikan mana  pun. Oleh karenanya, Arapaima gigas menjadi spesies ikan yang ideal untuk bertani di habitat asalnya, yaitu Sungai Amazon.

Arapaima gigas telah  diperkenalkan sebagai spesies akuakultur di sungai lain di Amerika  Selatan tropis, bahkan ikan ini juga telah diperkenalkan untuk olahraga  memancing di Thailand dan Malaysia.

7. Dilarang di Indonesia

Kepala Seksi Balai Konservasi Sumber Daya  Alam (BKSDA) Wilayah V Garut Dodi Arisandi mengungkapkan bahwa ikan  arapaima merupakan ikan eksotik yang berasal dari Sungai Amazon di  Brasil dan bukan ikan lokal Indonesia. Menurut Dodi, arapaima termasuk  salah satu ikan yang dilarang masuk ke Indonesia. Dia menjelaskan jika  warga Indonesia yang memelihara ikan arapaima bisa dikenai sanksi pidana  sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004, yang diubah menjadi  Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 dan dikuatkan oleh Peraturan Menteri  Nomor 41 Tahun 2014.

Kepala Pusat Karantina Ikan Kementerian  Kelautan dan Perikanan (KKP), Riza Priyatna, pada Rabu, 27 Juni 2018 di  Jakarta mengatakan bahwa berdasarkan Undang-Undang No.31/2004 tentang  Perikanan Pasal 12 ayat (1), setiap orang dilarang melakukan perbuatan  yang mengakibatkan pencemaran dan atau kerusakan sumber daya

 ikan dan atau lingkungannya di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI).

Riza kemudian menyebutkan berdasarkan UU  yang sama Pasal 12 ayat (2), setiap orang dilarang membudidayakan ikan  yang dapat membahayakan sumber daya ikan, lingkungan sumber daya ikan,  dan/atau kesehatan manusia di WPP RI. Selain itu, pasal 86 ayat (2) juga  menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja di WPP RI  membudidayakan ikan yang dapat membahayakan sumber daya ikan dan/atau  lingkungan sumber daya ikan dan/atau kesehatan manusia sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling  lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000 (satu  miliar lima ratus juta rupiah).

Selanjutnya, menurut Peraturan Menteri  Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 tentang  Larangan Pemasukan Jenis

 Ikan Berbahaya dari Luar Negeri ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia,  jenis ikan yang berbahaya adalah jenis tertentu yang berasal dari luar  wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dapat merugikan  dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan, lingkungan, dan  manusia.

Berdasarkan peraturan tersebut, ikan  arapaima merupakan salah satu dari 152 jenis ikan berbahaya yang  dilarang masuk ke dalam wilayah negara Republik Indonesia (RI). Ada dua  spesies ikan arapaima yang dilarang di Indonesia, yaitu ikan Arapaima gigas dan Arapaima leptosome. Arapaima dianggap berbahaya karena kebiasaan makannya yang banyak dapat menganggu keseimbangan ekosistem perairan Indonesia.

Pelepasan ikan arapaima di sungai dan  danau dapat memangsa ikan dan hewan air lainnya dalam jumlah besar. Hal  tersebut dikhawatirkan tidak sebanding dengan jumlah kelahiran ikan  secara alami, sehingga araipama dikhawatirkan dapat memutus rantai  makanan dan membahayakan sumber daya alam (SDS) di alam Indonesia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi  Pudjiastuti mengatakan jika keberadaan ikan asing harus dijaga sebaik  mungkin agar tidak masuk ke perairan Indonesia. Dengan demikian, ikan  endemik yang sudah ada bisa tetap lestari dan menjamin keberlanjutan  pembangunan menuju kesejahteraan masyarakat, khususnya para nelayan dan  petani ikan.

“Perlu kehati-hatian dalam rencana  pemasukan jenis ikan baru ke suatu negara atau perairan. Kehadiran  spesies ikan baru yang dikenal sebagai spesies asing invasif (SAI)  mendesak populasi ikan asli atau endemik, baik melalui pemangsaan,  kompetisi makanan, maupun keunggulan reproduksinya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Susi mengatakan bahwa  ikan-ikan asli menjadi semakin sulit dan terancam hidupnya dan pada  akhirnya tersisihkan karena dominasi yang sangat kuat dari SAI.  Selanjutnya, ikan-ikan tersebut akan digantikan oleh ikan asing  introduksi yang berbahaya.

Susi mengungkapkan, faktor kehati-hatian  menjadi faktor utama yang harus diperhatikan dalam rencana pemasukan  atau introduksi jenis ikan baru ke suatu negara atau perairan, meskipun  introduksi ikan baru memang terbukti mampu meningkatkan produksi  perikanan pada tingkat tertentu.

“Namun di sisi lain, upaya tersebut telah  menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan perairan dan atau  spesies asli di suatu negara atau wilayah,” tegas dia.

Hingga saat ini sudah terjadi beberapa  kali introduksi ikan asing di perairan Indonesia. Berdasarkan data yang  dirilis oleh Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil  Perikanan (BKIPM), kasus-kasus tersebut menyebar di sejumlah daerah  dengan rincian sebagai berikut.

Ikan mujair di Waduk Selorejo, Jawa Timur;
Ikan nila di Danau Laut Tawar, Aceh;
Ikan toman di Kabupaten Bangka, Bangka Belitung;
Ikan lou han di Waduk Cirata, Jawa Barat dan Waduk Sempor, Jawa Tengah;
Ikan red devil di Waduk Sermo, Yogyakarta; Waduk Cirata, Jawa Barat; dan Waduk Kedungombo, Jawa Tengah,
Ikan oscar dan golsom di Waduk Jatiluhur, Jawa Barat;
Lobster

 air tawar di Danau Maninjau; dan
Ikan mas di Danau Ayamaru, Papua Barat.

Ikan-ikan asing tersebut biasanya selalu  menjadi invasif di tempat tinggalnya yang baru. Populasi jenis ikan asli  atau endemik di beberapa perairan mengalami penurunan setelah ikan  asing masuk. Populasi tersebut contohnya adalah ikan depik (Rasbora tawarensis)  di Danau Laut Tawar, Aceh; ikan belida dan tapah di Kabupaten Bangka,  Bangka Belitung; ikan wader dan ikan betik di Waduk Sempor, Jawa Tengah;  dan ikan pelangi (Melatonia ayamaruensis) di Danau Ayamaru, Papua Barat.

8. Dilindungi di Amerika Selatan

Araipama di Amerika Selatan atau negara-negara asalnya menjadi salah satu

 ikan yang dilindungi. Hal ini disebabkan karena populasinya yang terus  menurun, bahkan terancam punah. Sejak penemuannya pada abad ke-18, ikan  ini banyak diburu oleh manusia.

Ikan ini sering kali muncul ke permukaan  dan melompat dari air. Kebiasaan itulah yang membuat manusia semakin  ingin menangkapnya demi berbagai alasan. Oleh sebab itu, pemerintah  negara-negara di Amerika Selatan menetapkan peraturan yang menyatakan  bahwa arapaima termasuk jenis hewan yang dilindungi.

9. Tidak Berbahaya Bagi Manusia

Arapaima memang berbahaya bagi hewan  lain, tetapi tidak bagi manusia. Sejauh ini tidak ada laporan yang  mengadukan penyerangan manusia oleh ikan arapaima. Mereka bukanlah  spesies yang tertarik kepada manusia.

Arapaima gigas telah lama  diyakini sebagai satu-satunya spesies arapaima, tetapi para ilmuwan  membuktikan bahwa ada spesies ikan arapaima lain pada 2013. Sejak saat  itu, penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa mungkin ada lima atau  lebih spesies arapaima.

Ikan ini kadang-kadang juga disebut  sebagai “ikan kod dari Amazon”. Arapaima dianggap sebagai ikan yang baik  karena telah menyediakan sumber protein penting di Amazon selama  berabad-abad. Penduduk setempat sering mengasinkan dan mengeringkan  daging arapaima yang dapat disimpan tanpa membusuk. Untuk satu ikan,  daging yang dapat dihasilkan mencapai sekitar 70 kilogram, sehingga  penduduk setempat biasa mengeringkannya untuk disimpan dan dimakan hari  berikutnya.

Kedekatan ikan ini dengan permukaan air  membuatnya rentan terhadap pemangsa manusia, yang dapat dengan mudah  menargetkan mereka dengan tombak. Jumlah ikan ini telah menurun secara  dramatis di seluruh wilayah, terutama karena penangkapannya yang  berlebihan. Dalam beberapa tahun terakhir, praktik pengelolaan baru  araipama yang melibatkan komunitas nelayan lokal di Brasil telah  meningkatkan kembali populasinya.

10. Mampu Bertahan Dari Serangan Piranha

Arapaima hidup di ekosistem perairan yang  sama dengan ikan piranha, yang juga merupakan predator berbahaya. Namun  demikian, ikan ini memiliki tubuh kuat yang mampu bertahan dari  serangan piranha. Tubuhnya dilengkapi dengan pertahanan khusus, yaitu  bagian luar sisiknya yang keras dengan tekstur bergelombang, serta  bagian bawahnya dengan serabut kolagen berlapis. Inilah yang membuat  sisiknya kuat, keras, dan tebal, yang menyebabkan gigi piranha tidak  mampu menembus tubuh arapaima.